Monday, October 8, 2012

Preparation to Climb


Many teenagers often fill up the mountain vacation time. However, due to lack of knowledge about the climb and the preparation strenuous physical activity are often not prepared properly. Though climbing the mountain is determined by external and internal factors, and physical fitness is absolutely necessary.

The legendary British mountaineer, Sir George Leigh Mallory, often short answer questions why he was so infatuated up the mountain. * Because it is there, * he said. That answer illustrates just how extensive experience hiking and adventuring. In addition to that answer, there are many reasons why a person climbing a mountain or cultivate other adventure activities.
Members of the University of Indonesia Mapala-group nature lovers oldest (along Wanadri Bandung) in Indonesia, for example. They had no reason longer than Mallory. An early page handbook adventure possessed all the members in writing, Nationalism can not grow out of a slogan or indoctrination. Patriotism just grew out of direct view of nature and society. For that we go up the mountain.

What is clear, is not a natural adventurer-communities in Indonesia prefer to use the term lover of nature-activities that the grounds for show. Because it was not for show, it should be no term capital daring in mountain climbing.


However, the mountain with wild jungle, steep cliffs, the cold, the wind that makes bones ache, night dark and dense fog is not a modern human habitat. Danger contained nature it will become greater when the Mountaineers did not equip themselves with the equipment, physical strength, knowledge of nature, and a good navigation.



Without good preparation, up the mountain does not mean anything. In general, there are two factors that affect the success or failure of mountaineering. First, the external factor or factors that come from outside climbers. Weather, natural conditions, a toxic gas that contained the mountain and so forth that are part of nature and nature. Therefore, the danger that may arise such as wind storm, fallen trees, volcanic eruption or meruapnya toxic gas hazards categorized as objective (objective danger). Often these factors are changing rapidly beyond expectations humans.
No one else can climber set the objective danger. But he can prepare for all possibilities. Self-climbers, all the preparations, and ability that is the internal factors, the two factors that influence the success or failure of mountain climbing.

When climbers prepare for the climb, he only increases the danger of subjective. For example, the danger of freezing because climbers do not bring a thick jacket or tent to fight the cold and the wind.


Not negotiable, mountain climbing is a strenuous physical activity. Therefore, physical fitness is an absolute thing. To walk and pull bodies from the obstacle branches or stones, leg and arm muscles have to be strong. To support the weight of backpacks, shoulder muscles must be strong. Durability (endurance) is essential because the trip takes hours to a matter of days to be able to arrive at the summit.

Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian. Mulailah jogging tanpa memaksa diri, misalnya cukup 30 menit dengan lari-lari santai.

Tingkatkan waktu dan kecepatan jogging secara bertahap pada kesempatan berikutnya. Bila kegiatan itu terasa membosankan, dapat diselingi dengan berenang. Dua olahraga itu sangat bermanfaat meningkatkan endurance dan kapasitas maksimum paru-paru menyedot oksigen (Volume O2 maximum/VO2 max).


Latihan push up, sit up, pull up sebaiknya juga dilakukan untuk memperkuat otot-otot. Saking semangatnya, pendaki muda kerap kali ingin segera mencapai puncak,apalagi bila kegiatan itu dilakukan berkelompok. Persaingan untuk berjalan paling cepat, paling depan, dan menjadi orang pertama memijak puncak,sebaiknya ditinggalkan.

Mendaki gunung yang baik justru melangkah perlahan dalam langkah-langkah kecil dan dalam irama tetap. Dengan berjalan seperti itu , pendaki dapat mengatur napas, dan menggunakan tenaga seefisien mungkin. Bagaimanapun mendaki merupakan pekerjaan melelahkan. Selain itu, keindahan alam dan kebersamaan dalam rombongan, sering menggoda pendaki untuk banyak berhenti dan beristirahat di tengah jalan. Bila dituruti terus, bukan tidak mungkin pendakian malah gagal mencapai puncak. Karena itu, cobalah membuat target pendakian. Misalnya, harus berjalan nonstop selama satu jam, lalu istirahat 10 menit, kembali mendaki selama satu jam dan seterusnya. Lakukan hal ini hingga mencapai puncak atau hari telah sore untuk berkemah. Pada medan perjalanan yang landai, target waktu seperti itu dapat diganti dengan target tempat. Caranya, tentukanlah titik-titik target di peta sebagai titik beristirahat.

Buatlah jadwal rencana kegiatan sehingga waktu yang tersedia digunakan seefektif mungkin dalam bergiat di alam. Jadwal itu memungkinkan pendaki menghitung berapa banyak makanan, pakaian, peralatan harus dibawa, dan dana yang harus disiapkan. Jadwal itu antara lain mencakup keberangkatan, jadwal dan rute pendakian, kapan tiba di puncak, jadwal dan rute pulang, dan seterusnya. Jadwal pendakian perhari dapat lebih dirinci dengan berapa jam jatah pendakian, pukul berapa dimulai dan kapan berhenti serta seterusnya.

Untuk menghindari beban bawaan terlalu berat, hindari membawa barang-barang yang tidak perlu. Misalnya, cukup membawa baju dan celana tiga atau empat stel meski pendakian memerlukan waktu cukup lama. Satu stel pakaian dikenakan saat berangkat dari rumah hingga kaki gunung dan saat pulang. Satu stel sebagai baju lapangan saat mendaki. Satu stel yang lain sebagai baju kering yang digunakan saat berkemah. Rain coat dan payung dapat dicoret dari barang bawaan bila telah membawa ponco. Bila telah membawa lilin, cukup membawa batu batere seperlunya untuk menyalakan senter dalam keadaan darurat. Piring dapat ditinggal di rumah karena wadah makanan dapat menggunakan rantang memasak atau cangkir.

Bila barang perlengkapan telah terkumpul, masukkan semua ke dalam ransel. Jangan biarkan ada sejumlah barang seperti cangkir atau sandal diikat di luar ransel. Selain tidak sedap dipandang, risiko hilang selama pendakian, amat besar. Meski demikian, ada beberapa barang yang ditolerir bila ditaruh di luar ransel dan diikat dengan tali webbing ransel. Misalnya, matras karet dan tiang tenda. Namun, yakinkan, semua telah diikat dengan kencang. Menaruh barang di dalam ransel amat berbeda dengan cara memasukkan buku-buku pelajaran dalam daypack (ransel kecil yang biasa digunakan ke sekolah). Buku pelajaran, baju praktikum, kalkulator dapat kita cemplungkan begitu saja ke dalam daypack. Sebaliknya, barang-barang pendakian harus dimasukkan dalam ransel dengan aturan tertentu sehingga mengurangi rasa sakit saat memanggul dan menghindari ruang kosong dalam ransel.

Prinsip pengepakan barang dalam ransel.

1. Letakkan barang ringan di bagian bawah dan barang berat di bagian atas.

2. Barang-barang yang diperlukan paling akhir (misalnya peralatan kemping dan tidur), ditaruh di bagian bawah dan barang yang sering dikeluar-masukkan(seperti jaket, jas hujan, botol air) di bagian atas.

3. Jangan biarkan ada ruang kosong dalam ransel. Contoh, manfaatkan bagian dalam panci sebagai tempat menyimpan beras.

Untuk itu, langkah pertama mengepak perlengkapan pendakian adalah mengelompokkan barang menurut jenis, seperti:

a. pakaian dan kantung tidur,

b. alat memasak,

c. tenda,

d. makanan.

Bungkus kelompok-kelompok barang itu dalam kantong-kantong plastik agar mudah dicari. Sebagian besar pendaki menganggap, mengepak barang merupakan seni tersendiri dan kerap mengasyikkan.


No comments:

Post a Comment